Senin, 28 Februari 2011

Menipu dengan Cover dan Isi

Bismillahirrahmanirrahim...

"Dont judge me by the cover"
 but,
"I can't know you without it"



Orang tentu akan protes jika saya mengatakan bahwa People merupakan majalah otomotif, wong jelas-jelas cover-nya tidak ada sangkut pautnya dengan mobil dan teman-temannya kok. Ya, cukup bertolak pada cover, kita dengan mudah mengklasifikasikan jenis majalah  dengan sekali lihat, dalam waktu relatif singkat, tanpa harus membuka tiap halaman majalah tersebut. Simpulannya, cover is important for judging the magazine.


Ternyata hal di atas ada kaitannya dalam tabiat kita sehari-hari. Sadar atau tidak, sebagai manusia kita lebih condong dengan hal-hal yang berbau kongkret, yang nyata, yang bisa kita indera. Karakter alamiah yang dimiliki manusia ini membuat pola berpikir dan cara pandang kita lebih mudah diinduksi dengan fakta dan realita.

Berpikir dengan 'indera' membuat seseorang menjadikan penampilan segala-galanya. Berbagai cara dilakukan untuk memperoleh cover kinclong penuh pesona, demi sebuah pengakuan identitas. Sejalannya dengan itu, memprioritaskan tampilan menyebabkan seseorang mudah mem-judge suatu hal tanpa mau  memperhatikan 'isi' terlebih dahulu. Singkatnya, The Cover is Number One.

Yang menjadi pertanyaan sekarang, cukupkah dengan melihat cover?


Lebih Bijak dan Lebih Cerdas

Dalam kehidupan sehari-hari, kita senantiasa mengaktualisasikan diri dengan cover masing-masing. Latar belakang dan cara beriklan membuat cover  antarindividu bisa berbeda. Setiap manusia di muka bumi ini bebas mengiklankan diri sebagai upaya eksistensi diri.

Jika produk ini isinya susu bubuk?
Cover diyakini mencerminkan isi (cover untuk Identitas). Cover digunakan sebagai media untuk publishing image. Orang lain akan mudah mengetahui isi dengan melihat tampilan luarnya Namun, apa jadinya jika tampilan kita tidak relevan dengan isi yang sebenarnya kita miliki?

Topeng
Ada pepatah, "bagai membeli kucing dalam karung". Sebenarnya, dengan indera kita, kita hanya menerka isi lewat cover, mengetahui sisi abstrak dengan hal yang indrawi. Tentu yang namanya tebakan, rasio benar-salah-nya 50:50. Jika tebakan kita benar, maka SELAMAT, jika tebakan kita meleset, maka ANDA BELUM BERUNTUNG.
 
Setiap orang memang bebas berekspresi dengan tampilan luarnya. Kebebasan inilah yang menuntut kita untuk lebih cerdas dalam menanggapi penampilan orang lain, terutama yang ada kaitannya dengan citra dan martabat seseorang.  Kita tidak bisa men-judge seseorang dengan melihat tampilan lahiriyahnya karena:
  • Tidak semua orang ingin diri aslinya dipublikasikan, sehingga mereka harus memakai topeng sebagai cover. Istilah ABeGe-nya orang MuNa.
  • Kemampuan kita dalam 'melihat' sangat terbatas, sifatnya sangat subjektif. Tebakan kita belum tentu sama dengan realitas. Jika arah tebakan kita negatif, dalam istilah agama disebut Su uzon (berburuk sangka)
Dengan menyadari hal-hal di atas, kita pasti akan bisa lebih bijaksana dalam berpenampilan. Berpenampilan dengan bijaksana mencerminkan rasa syukur akan diri kita. Cover diri yang kita tampilkan hendaknya senantiasa relevan dengan isi yang kita miliki, jika perlu, kita permak 'isi' kita agar sesuai dengan tampilan POSITIF yang kita usung, sehingga tidak ada lagi cap MuNa dan orang sekitar kita terhindar dari su uzon.


Dear Muslimah...

Seorang Muslimah, dengan identitas Muslim dan izzah yang melekat erat pada dirinya, sudah sepatutnya memperhatikan dengan seksama penampilan dirinya. Bukan, bukan penampilan fisik yang senantiasa penuh polesan lipstik,  kepulan compact powder,  dan hiasan yang meminta 'decak kagum' dari pemuja duniawi. Bukan, bukan penampilan yang 'wah' serba matching penuh nuansa tabarruj. Bukan, bukan penampilan yang berlebihan, ikut tren mode dunia yang serba glamor. BUKAN ITU ...

Sebagai figur yang kerap dijadikan model (contoh), Muslimah mesti menjaga  identitas dan izzah-nya (isi) melalui penampilan atau citra (cover), berupa:
  1. Busana Muslimah, dari ujung rambut sampai ujung kaki.
  2. Akhlaqul karimah, siapapun dia, kapanpun, dimanapun, apapun yang dia lakukan senantiasa bersandar pada akhlaq mulia.
  3. Pola pikir, selalu bersandar pada Alqur'an dan As Sunnah.
  4. Lingkungan pergaulan, yang senantiasa dalam lingkup yang terjaga dari fitnah duniawi.

Ketidaksesuaian antara cover dan isi seorang muslimah akan menimbulkan permasalahan.

Ketika busana, akhlaq, pola pikir dan kelompok pergaulan tidak sesuai dengan identitas dan izzah sebagai Muslimah, maka hal ini dapat disebut sebagai  suatu penipuan. Ya, penipuan identitas terhadap orang sekitar, juga penipuan terhadap diri sendiri, naudzubillahi min dzalik.

Maka, relevansi antara tampilan dan identitas Muslimah perlu dilakukan. Ini bukan hal yang tidak bisa diusahakan. Sasaran usaha kita adalah bagaimana mengubah dan menjaga cover kita agar selalu sesuai dengan identitas kita. Namun, perlu diingat bahwa kita tidak akan bisa mengendalikan pandangan/opini orang lain terhadap kita. Meskipun kita telah berusaha menjaga cover kita dengan sungguh-sungguh, belum tentu bisa terhindar dari cap MuNa. Ingat, cara orang melihat itu terbatas. Biarlah opini mereka menjadi urusan mereka juga, yang bisa kita lakukan hanyalah mengendalikan aspek-aspek yang ada pada diri kita, berusaha dengan kemampuan terbaik kita, dan cukup Allah sebaik-baiknya Sang Pembalas.

Allahu bissawab

Tidak ada komentar:

Posting Komentar