Rabu, 08 Desember 2010

Senyumlah, Ibu...

Senyumlah...
Dunia Akan Tersenyum Kepadamu

Alam semesta selalu berbincang dalam bahasa ibu. Matahari sebagai ibu bumi yang menyusuinya melalui hangat sinarnya. Matahari tak pernah meninggalkan bumi sampai malam merebahkannya dalam dalam lentera ombak, syahdu tembang beburungan dan sesungaian. Bumi adalah ibu pepohonan dan bebungaan. Bumi menumbuhkan, menjaga, dan membesarkannya. Pepohonan dan bebungaan itu adalah ibu yang tulus memelihara bebuahan dan bebijian. Ibu adalah jiwa keabadian bagi semua wujud. Enuh cinta dan kedamaian.

Ingatlah betapa sakitnya penderitaan seorang ibu saat melahirkan buah hatinya. Segala daya upaya serta nyawa yang bersemayam dalam raganya pun disiapkan demi kelahiran sang dambaan hati. Namun, segala penderitaan fisik yang berlangsung selama sembilan bulan itu pupus karena melihat sang bayi lahir dengan selamat. Segala keletihan fisik dalam mebesarkan sang balita terbayar lunas dan tuntas ketika melihat sang belahan hati tersenyum. Yah, hanya dengan senyuman seluruh sendi ragawi yang letih terasa mendapat injeksi vitamin yang memulihkan dan menguatkan diri. Fenomena alami ini akan terus berlaku sepanjang peradaban manusia di bumi.

Dari Abu Hurairah berkata, ”seorang laki-laki datang kepada Rasulullah SAW, dia berkata,” Ya Rasulullah, siapa orang yang paling berhak mendapat kebaikanku?” Rasulullah menjawab,”Ibumu.” Dia bertanya,” Kemudian siapa?” Rasulullah SAW menjawab, ”Ibumu.” Dia bertanya lagi,” Kemudian siapa?” Rasulullah SAW menjawab, ”Ibumu.” Dia bertanya,” Kemudian siapa?” Rasulullah SAW menjawab,” Kemudian Bapakmu.”
( Sebagian ulama berpendapat bahwa ibu mempunyai tiga perkara yang mahal yang tidak dimiliki oleh bapak: mengandung, melahirkan, dan menyusui.)

Kenanglah... waktu kecil, kau dibuai oleh ibu...
Kenamglah hangatnya kasih sayang sang ibu...
Kala sedih menerpa... maka ia ada di sisimu menemani...
Kala bahagia menyapa... maka iapun turut bahagia...
Saat balita telah berlalu...
Saat remaja telah ditapaki...
Saat dewasa kini dijalani...
Apakah kau tidak rindukan saat dia selalu berada di sampingmu?
Berapa banyak kasih yang telah kita beri...
Sebagai balasan kasih sayangnya?
Tiada seujung kuku hitampun tertembus...
Bagai sepenggalah matahari di langit biru...
Berapa banyak jasanya?

Cobalah kita semua hentikan sejenak
Segala aktivitas yang sedang kita kerjakan.
Kenanglah wajah lembut ibumu...
Bahkan lengkap dengan kerut lelah
Di bawah kelopak matanya...
Kenang... kenanglah hingga
Hilang semua bayangan maya...
Berganti sosok sang ibu
Di depan kita...
Kemudian tariklah nafas dalam-dalam...
Hembuskan secara pelan-pelan...
Tarik lagi... dan ... hembuskan...
Lakukan itu dengan penuh perasaan...
Seraya... tetap engkau pandang...
Wajah lembut ibumu...
Walau itu hanya dalam khayalan...
Rasakan denyut lembut jantungmu
Rasakan pula desir darahmu...
Yang mengalir di segenap pembuluhmu...
Saat ini pula... cobalah...dan...
Terus cobalah mengenang segala
Masa lindungan sang ibu...
Dan kenanglah pula...
Segala dosa yang telah kita perbuat padanya...
Katakanlah dalam hatimu terus berulang
Ibu... ataukah mama... ataukah mami...
Atau apa sajalah... asalkan kian mengakrabkan
Antara dirimu dan dirinya.
Lakukan ... dan terus lakukan...
Jangan kau pedulikan semua kesibukan duniawi
Yang ada di kiri dan kananmu
Sekarang yang ada hanya
Kau dan bayangan ibumu
Perlahan.. rasakan gejolakmu
Yang kian terasa di dalam hati...
Perlahan pula ...
Pejamkan matamu...
’tuk terus mengenang ibumu...


Sahabatku, tersenyumlah...
Dengan tersenyum pada ibumu, maka engkau telah memberi hadiah paling indah dalam hidupnya. Bahkan dunia pun akan membaas senyumanmu, serta menyapamu dengan penuh kehangatan dan kasih sayang.

Wahai ibu...
Meskipun dirimu manusia biasa
Bagiku engkaulah adalah malaikat pelindungku
Yang tak pernah lelah membimbingku
Ibu, maafkanlah aku
Yang dulu sering tidak memahamimu
Yang kadang meremehkanmu
Ibu, engkau lah suwargo katon itu
Tak pernah terlambat memberikan kedamaian

Semoga kau bahagia selalu

Semoga aku dapat membahagiakanmu

Tidak ada komentar:

Posting Komentar